Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Paling Rendah di Asia

Rupiah Melemah Terhadap Dolar, Paling Rendah di Asia

by Didimax Team

Mengutip data Bloomberg, pada Jumat (19/2) nilai tukar mata uang garuda mengalami penurunan terhadap dolar negeri Paman Sam. Rupiah berada pada rentang angka Rp. 13.930 per dolar AS. Sejumlah mata uang Asia lain juga mengalami penurunan. Tetapi, rupiah yang paling terpuruk.
 
Mata uang garuda mengalami penurunan karena dipengaruhi oleh data dari Bank Indonesia (BI). BI merilis data mengenai Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dalam kuartal IV/2020 yang menderita defisit di rentang angka US$0,2 miliar. Pergerakan tersebut dipengaruhi oleh penurunan defisit transaksi berjalan.
 
Dolar Amerika Serikat menguat di akhir perdagangan. Hal tersebut ditopang oleh data-data positif yang menunjukkan ekonomi menuju ke arah kemajuan. Data penjualan ritel, output industri dan harga produsen AS memberikan sinyal pemulihan ekonomi setelah sempat terpuruk akibat pandemi covid-19.
 
 
 

Penurunan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar, Paling Rendah di Asia

 
Nilai tukar rupiah mengalami penurunan dalam penutupan perdagangan minggu ketiga bulan Februari. Tidak hanya sampai disitu, rupiah menjadi yang paling lemah di Asia terhadap Dolar Paman Sam. Beberapa mata uang negara lain juga mengalami penurunan namun tidak separah rupiah.
 
Dilansir dari data Bloomberg pada Jumat (19/02), nilai tukar mata uang garuda mengalami pelemahan terhadap dolar AS sebesar 55 poin atau 0,39 persen menuju angka Rp 14.080. Sedangkan, dolar AS mengalami peningkatan sebesar 0,05 persen menuju posisi 90,631.
 
Penurunan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang harus menderita defisit sebesar US$0,2 Miliar. NPI 2020 mendapat surplus sebanyak US$2,6 Miliar. Pada tahun 2019, NPI juga memperoleh surplus dalam angka US$4,7 miliar. Pergerakan tersebut dipengaruhi oleh transaksi berjalan, modal dan finansial.
 
Di tahun 2020, transaksi berjalan menderita defisit sejumlah US$4,7 miliar atau 0,4 persen dari PDB. Defisit ini jauh lebih parah bila dibandingkan dengan defisit di tahun 2019. Tahun 2019, defisit hanya berkisar US$30,3 miliar dolar AS atau sebesar 2,7 persen dari PDB.
 
Selain mata uang garuda, beberapa negara Asia juga menderita penurunan nilai tukar terhadap dolar AS. Baht Thailand turun sebesar 0,09%, won Korea menurun 0,02%, ringgit Malaysia melemah 0,01% begitu pula dengan dolar Singapura. Dolar Hongkong menurun 0,003%.
 
Sedangkan mata uang yang berani mengungguli dolar AS adalah dolar Taiwan, melalui kenaikan 0,04%. Yen Jepang turut menguat sebesar 0,10%, rupee India naik sebesar 0,14%. Yuan China merangkak naik sebesar 0,26% dan Pesso Filipina mengalami kenaikan 0,05%. 
 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Dolar AS

 
Rupiah sempat menguat pada awal minggu. Namun, kemudian bergerak mengalami penurunan akibat kenaikan yield US Treasury. Yield US Treasury sempat berjaya menduduki level 1,31% pada Hari Selasa (16/2). Selain faktor yield US Treasury, rencana pengadaan stimulus AS memberikan pengaruh besar terhadap nilai tukar mata uang garuda.
 
Investor masih menimbang perihal jumlah klaim pengangguran Amerika Serikat yang meningkat. Sejumlah 861.000 klaim telah diajukan. Klaim tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan prediksi awal sebesar 848.000 klaim. Faktor tersebut terjadi karena pengaruh pandemi virus covid-19 yang masih berjalan lambat.
 
Faktor lain yang mempengaruhi pergerakan dolar AS adalah paket stimulus covid-19 yang direncanakan oleh Presiden Joe Biden. Kondisi ekonomi Amerika Serikat yang berjalan ke arah positif meningkatkan potensi tinggi nilai tukar dolar terhadap mata uang negara lain. 
 
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini memperkirakan yield US Treasury akan semakin menguat dalam rentang waktu seminggu ke depan. Akibatnya, rupiah berpotensi mengalami penurunan. Di samping itu, belum ada faktor lain yang bisa menyelamatkan nilai tukar mata uang garuda. 
 
Mikail memperkirakan rupiah akan berada dalam rentang Rp 14.100 per dolar Amerika Serikat sampai Rp 14.150 per dolar AS. Amerika Serikat terus berupaya memulihkan ekonomi negaranya di masa pandemi covid-19 ini. Hal tersebut menarik minat investor terhadap mata uang Amerika Serikat.
 
Menurunnya nilai tukar rupiah sempat membuat Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 17-18 Februari 2021 membuat kesepakatan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan dalam rentang 3,5%. Sedangkan suku bunga deposito facility stagnan berada di posisi 2,75%.
 
Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS mengalami penurunan akibat berbagai faktor. Faktor dalam negeri berupa data Neraca Pembayaran yang mengalami defisit. Sementara faktor luar negeri adalah keadaan positif ekonomi Amerika Serikat. Seminggu ke depan, rupiah diprediksi masih akan berada dalam zona merah.

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama