Berita

Rumah Pusat Edukasi Data Market Berita Perdagangan Kondisi Ekonomi Kritis, Suku Bunga BI Masih Tetap Bertahan

Kondisi Ekonomi Kritis, Suku Bunga BI Masih Tetap Bertahan

by Didimax Team

Keadaan ekonomi Indonesia saat ini bisa dikatakan cukup mendesak, hanya saja BI masih belum menurunkan suku bunga. Pada 18 – 19 november 2020 Bank Indonesia akan menggelar rapat bersama dengan Dewan Gubernur. Menurut Perry Warjiyo, diperkirakan Bi 7 Day Reserve Repo Rate tetap diangka 4%.

Dalam penentuan Bi Rate tersebut laju inflasi merupakan penentu utama. Dari data Badan Pusat Statistik inflasi bulan Oktober hanya berkisar 1,44%. Jika dilihat dari bulan Januari hingga Oktober, jauh lebih rendah diangka 0,95%. Hal tersebut disebabkan karena, masyarakat lebih memilih di rumah.

Demi menekan laju Virus Corona, beberapa bulan lalu. Pemerintah terus meminta masyarakat untuk tetap di rumah. Bahkan, kebijakan lockdwon diterapkan di setiap provinsi. Faktor ini jadi pemicu utama mengapa laju inflasi semakin rendah. Keadaan tersebut memang berbanding terbalik dengan situasi nasional sekarang.

 

Kondisi Masih Tidak Menentu

Bank Indonesia sendiri memang sudah melakukan kebijakan dengan Bi Rate 7 Day Reserve Repo Rate, sebagai salah satu cara meningkatkan pertumbuhan Ekonomi. Dari kebijakan ini. Bank nasional lainnya mampu menarik dana, dalam tempo 7 hari dengan bunga terbaru. Tanpa harus menunggu satu tahun.

Penentuan bunga tersebut berlaku kelipatan setiap 7 hari. Dari data BI sebelumnya, hampir seluruhnya menetapkan angka hingga 4%. Termasuk, BCA, Danamon, CIMB Niaga, dan Maybank Indonesia. Sementara, Untuk mandiri, BNI Sekuritas, ANZ, Standrad Chartered menetapkan hanya 3,75% saja.

Kondisi ini sebenarnya, tidak menguntungkan bagi industri dan usaha mikro. Hal tersebut di picu terjadinya kontraksi sehingga, Indonesia mengalami resesi. Pada kuartal II pertumbuhan ekonominya -5%, sementara untuk kuartal III, sebenarnya lebih baik. Hanya saja masih tetap berada di angka -3,49%.

Keadaan tersebut sebenarnya tidak hanya di alami oleh Indonesia saja. Beberapa negara sudah mengalami kontraksi seperti Jepang, Malaysia, Inggris, Australia. Kondisi tidak menentu ini membuat berbagai sektor lumpuh. Tidak hanya proses ekspor dan Impor saja, tetapi sendi-sendi pemicu pertumbuhan ekonomi juga ikut terkontraksi.

Pilihan dari BI

Sebagai bank sentral, seharusnya BI mengutamakan kestabilan ekonomi dengan menurunkan suku bunga. Hal ini akan berpengaruh pada suhu perdagangan dan bisnis Indonesia. Penurunan tersebut membuat bunga di sejumlah bank ikut turun. Tetapi, menurut Gubernur Perry Warjiyo, pasar obligasi dan likuiditas lebih menjanjikan.

Hal ini akan memicu kestabilan, Walaupun kondisi serba sulit. Namun, menurut Perry dengan stabilnya kondisi ekonomi, iklim usaha masih tetap berjalan dengan baik. Harapannya, pada kuartal ke IV, laju pertumbuhannya bisa jadi positif. Hanya saja, tantangan tersebut masih terus berlanjut.

Dari data satgas, laju penambahan virus Corona belum berhenti. Penambahan kasus masih tetap berlangsung. Bahkan, kasus positif harian pada bulan November masih terus terjadi. Walau, dari pergerakannya menunjukkan angka penurunan, dan terkesan melambat. Hal ini menjadi catatan khusus serta kewaspadaan.

Neraca Perdagangan

Menurut data dari BPS, pilihan BI memang cukup baik ditengah situasi seperti ini. Tetapi, mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga juga bisa jadi pertimbangan yang harus diputuskan segera. Neraca perdagangan RI untuk ekspor turun hingga 3,29%. Sementara, angka impor juga terus turun sampai 26,9%.

Laju ekspor memang sangat baik dilihat dari berbagai industri seperti, barang dan pengolahan. Hal ini membuat Rupiah tumbuh dengan perkasa. Walaupun, situasinya masih belum stabil. Sampai sekarang masih berada di level Rp14.000,- Belum menyentuh nilai psikologis Rp13.000,-

Tetapi, data tersebut bukan memiliki arti baik. Pada bulan Juli sampai Oktober, tercatat Impor Indonesia benar-benar tidak berkutik sama sekali. Lockdown di sejumlah negara adalah faktor utama. Satu hal yang membuat kondisinya kurang menyenangkan adalah impor Indonesia selama ini adalah bahan baku utama.

Hal tersebut akan mempengaruhi laju produksi didalam negeri, sehingga industri saat ini bisa dikatakan mati suri. Banyak karyawan terkena PHK akibat tidak adanya bahan baku untuk diproduksi. Penjualan dan daya beli menjadi turun, tidak heran bila Resesi melanda Indonesia.

Untuk menjaga rupiah tetap menguat pada Dolar Amerika, dan terhindar dari jurang resesi terlalu dalam. Para pakar menilai harus ada stimulus baru dari bank sentral. Setidaknya dengan menurunkan suku bunga, dunia industri semakin bergeliat kembali. Inilah cara terbaik menguatkan rupiah, mengeluarkan Indonesia dari resesi.

KOMENTAR DI SITUS

FACEBOOK

Tampilkan komentar yang lebih lama